Kelapa sawit (elaeis guineensis), kelapa (cocos nucifera) dan aren (arenga pinnata) masih berkerabat dekat. Termasuk dalam satu suku, yakni suku pinang-pinangan atau Arecaceae. Sebagian orang mengatakan sebagai suku palma.
Sebagian besar anggota suku palma ini adalah bersifat
hemaprodit, atau berumah satu. Artinya satu pohon dapat menghasilkan putik dan
polen sekaligus.
Akan tetapi, terkadang terjadi penyimpangan genetika,
biasanya mengarah kepada kejantanan. Yakni pohon jadi tidak mampu menghasilkan
putik, hanya tepung sari saja. Dalam kasus kelapa sawit, orang jamak
menyebutnya sebagai sawit jantan.
Pada dasarnya, penyimpangan genetika pada dua genus palma
ini ada dua tingkatan. Tingkatan pertama, pohon masih bisa menghasilkan buah
(biji), tetapi buahnya kecil-kecil dan sering gugur/membusuk/kering sebelum
sampai usia matang. Pada kelapa sawit, orang menyebutnya sebagai buah landak
atau buah duri. Buah landak ini tidak laku jika dijual ke pabrik kelapa sawit.
Dalam banyak kasus, pohon sawit
penghasil buah landak ini masih bisa diperbaiki. Azas kerjanya adalah
dengan mengubah keadaan hormonal pada pohon. Ada pun langkah-langkah
kongkritnya sudah saya tuliskan.
Tingkatan yang kedua adalah, pohon sama sekali tidak mampu menghasilkan
tandan buah, hanya tandan penghasil tepung sari alias polen.
Pada aren, kedua tingkatan kelainan genetika itu ada juga
dijumpai, meski pun kasusnya lebih jarang. Jika pada sawit kelainan genetika
itu merupakan kerugian, maka pada aren hal itu merupakan keuntungan. Jika semua
tandan adalah tandan jantan atau semi jantan, maka itu berarti jumlah tandan
sadap menjadi lebih banyak. Selain itu, menurut beberapa penyadap yang pernah
menyadap aren berkelainan genetika ini, niranya juga lebih banyak. Pohon aren
yang demikian dinamakan aren kelapa atau aren wuk wuk.
Jika benar demikian, maka aren kelapa sejatinya adalah aren
yang paling baik untuk dikembangkan. Namun tentu saja ia tidak bisa
dikembangkan secara generatif, karena bijinya tidak ada.
Cara yang paling mungkin adalah dengan cara kultur jaringan,
atau secara in vitro. (in = di dalam, vitro = gelas kaca). Namun belum
diketahui apakah semua informasi yang ada pada batang tubuh aren kelapa terekam
utuh dalam setiap jaringan selnya. Jika
memang terekam utuh, maka pohon aren kelapa yang diperbanyak secara in vitro
akan menghasilkan bibit aren kelapa juga. Tapi jika informasi itu tercemar oleh
informasi data dari tetuanya, maka hasil sangat mungkin akan bervariasi.
Satu hal lagi yang perlu dicatat, sejarah kultur jaringan
dipenuhi dengan catatan terjadinya mutasi genetika pada turunan, meski pun
eksplan (biasanya berbentuk irisan kecil daun muda untuk bahan tanam) sudah
berasal dari galur murni. Dengan dipakainya eksplan dari galur tidak murni (hasil
penyimpangan genetika tadi), maka kalkulasi kemungkinan terjadinya penyimpangan
akan menjadi semakin besar.
Betapa pun, upaya-upaya untuk mendapatkan bibit unggul aren
harus tetap menjadi perhatian kita.
Salam tani aren Indonesia!
Sekian dan terima kasih sayang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar